Pura (Puro) Mangkunegaran adalah istana tempat kediaman Sri Paduka Mangkunagara di Surakarta dan dibangun setelah tahun 1757 dengan mengikuti model keraton yang lebih kecil.
Secara arsitektur bangunan ini memiliki ciri yang sama dengan keraton, yaitu pada pamedan, pendopo, pringgitan, dalem, dan kaputran, yang seluruhnya dikelilingi oleh tembok yang kokoh.
Pura ini dibangun setelah Perjanjian Salatiga yang mengawali pendirian Praja Mangkunegaran dan dua tahun setelah dilaksanakannya Perjanjian Giyanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakartaoleh VOC (Kumpeni) pada tahun 1755. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said
terus memberontak pada VOC (Kumpeni) dan atas dukungan sunan mendirikan
kerajaan sendiri tahun 1757. Raden Mas Said memakai gelar Mangkunegoro I
dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian Sungai Pepe (Kali Pepe) di pusat kota yang sekarang bernama Solo.
Seperti bangunan utama di keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta,
Puro Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa
pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu.
Bagian-bagian bangunan
Setelah pintu gerbang utama akan tampak pamedan, yaitu
lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunegaran. Bekas pusat pasukan
kuda, gedung kavaleri ada di sebelah timur pamedan. Pintu gerbang kedua
menuju halaman dalam tempat tempat berdirinya Pendopo Agung yang
berukuran 3.500 meter persegi. Pendopo yang dapat menampung lima sampai
sepuluh ribu orang orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo
yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang
menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan
Mangkunegaran di perbukitan Wonogiri. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Di pendopo ini terdapat empat set gamelan, satu di gunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus.
Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda) warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi
Hindu-Jawa dan dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung
antik. Pada mulanya orang-orang yang hadir di pendopo duduk bersila di
lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19 waktu
pemerintahan Mangkunagara VI.
Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka, yang
bernama Pringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah
ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan
ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang berfungsi sebagai museum.
Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenunan sutera,
yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan
perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan
wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunegaran dan benda-benda
seni.
Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat
tempat kediaman keluarga mangkunegaran. Tempat ini, yang masih memiliki
suasana tenang bagaikan di rumah pedesaan milik para bangsawan,
sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan raja. Taman di bagian
dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias,
juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung berkicau,
patung-patung klasik model Eropa, serta kupu-kupu yang berwarna-warni
dengan air pancur yang bergerak-gerak dibawah sinar matahari. Menghadap
ke taman terbuka, adalah Beranda Dalem, yang bersudut delapan, dimana
terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca
berbingkai emas terpasang berjejer di dinding. Dari beranda menuju ke
dalam tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi
pemandangan di Jawa, ruang ganti dan rias para putri raja, serta kamar
mandi yang indah.
Sisa peninggalan yang masih tampak jelas pada saat ini adalah perpustakaan yang didirikan pada tahun 1867
oleh Mangkunagara IV. Perpustakaan tersebut terletak dilantai dua,
diatas Kantor Dinas Urusan Istana di sebelah kiri pamedan. Perpustakaan
yang daun jendela kayunya dibuka lebar-lebar agar sinar matahari dapat
masuk, sampai sekarang masih digunakan oleh para sejarahwan dan pelajar.
Mereka dapat menemukan manuskrip yang bersampul kulit, buku-buku
berbagai bahasa terutama bahasa Jawa, banyak koleksi-koleksi foto yang
bersejarah dan data-data mengenai perkebunan dan pemilikan Mangkunegaran
yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar